Pagi itu, Pak Hadi berkumpul dengan para guru di ruang guru untuk membahas perkembangan sekolah. Pertemuan ini memang pertemuan rutin pekanan. Selepas pertemuan, sudah biasa para guru ngobrol satu sama lain secara santai sambil menunggu jam pelajaran berikutnya.
Selaku Kepala Sekolah (KS), Pak Hadi sudah biasa mengobrol santai dengan para guru, staf maupun murid di sela-sela jam pelajaran. Tak jarang, Pak Hadi masuk ke kelas ikut makan di kantin bersama guru lainnya.
Komunikasi Melalui Wakil Kepsek Sesama Perempuan
Kala itu, Pak Hadi menghampiri Bu Yayuk (wakil KS bidang kurikulum). Pak Hadi mengatakan agar Bu Yayuk lebih memperhatikan Bu Mawar. Pak Hadi merasa Bu Mawar tidak menunjukkan sikap yang fresh saat di kelas maupun di luar kelas. Pak Hadi merasakan adanya pikiran yang cukup berat pada diri Bu Mawar.
Pak Hadi meminta Bu Yayuk memberi ruang yang nyaman supaya Bu Mawar bisa membuka diri untuk berdiskusi mencari solusi terbaik. Semua demi kebaikan Bu Mawar dan para siswa yang diasuh di sekolah.
Setelah sekian waktu, Bu Yayuk melaporkan hasil pendekatannya itu. Dan benar, Bu Mawar sedang tidak harmonis dengan suaminya. Dan ini pasti berdampak pada suasana pengajaran dan pembelajaran.
Ibarat Nakhoda Kapal
Padahal guru diharapkan selalu dalam kondisi fresh. Maka, seorang guru diharapkan selalu dalam keadaan prima, jasmani maupun spiritual. Karena, vitalitas seorang guru memberi dampak signifikan kepada para muridnya, baik secara fisik apalagi secara psikologis.
Namun, dalam sebuah sekolah terdapat sekian banyak guru dan murid. Dan sang nakhoda di sekolah adalah seorang kepala sekolah (KS). KS sejatinya adalah ayah bagi para guru dan bagi para murid semuanya.
Dalam hierarki organisasi sekolah, guru bertugas untuk membina dan mengayomi siswa di di kelasnya atau di unitnya masing-masing. Nah, KS punya peran untuk membina para guru. Tak jarang, KS pun ikut membina para siswa.
Di antara peran sentral KS adalah mengenali dan menilai performa para guru. Bagaimana kegiatan mengajarnya, apa saja kendalanya, siapa saja murid yang lambat belajar, siapa saja siswa yang punya problem psikologis, dll.
Bagaimana jika pada gilirannya sang guru sedang galau? Bagaimana jika ada guru yang mengalami stres dalam urusan keluarganya misalnya?
Di sinilah peran sentral KS untuk mengenali bahkan untuk menangkap sinyal kegalauan guru di bawahnya. Acapkali guru tidak mengungkapkan masalahnya kepada KS atau kepada guru rekan guru.
Namun, KS yang berpengalaman pasti punya kemampuan untuk merasa atau mengenali gelagat kegalauan guru yang ada di dalam hierarkinya.
Ada Kalanya Guru Sedang Galau
Ada guru yang sedang bermasalah dengan pasangannya. Ada sedang punya problem pada putra-putrinya. Atau dengan mertuanya. Ada juga yang punya masalah pada kesehatannya. Ada juga yang stres soal ekonomi, dsb.
Sebab, jika guru sedang stres, bisa dipastikan hal ini berpengaruh pada proses pengajaran. Bahkan dampaknya pada siswa. Guru yang sedang galau pasti ‘nyetrum’ ke suasana kelas.
Jika dibiarkan tanpa penangangan yang baik, ini akan sangat merusak pembelajaran di kelas dan bahkan di sekolah.
Oleh karena itulah, sangat signifikan bagi KS untuk punya kemampuan merasakan sinyal kegaluan para guru di jajarannya.
Di sinilah diperlukan pelatihan dan pendampingan KS secara simultan di banyak daerah agar para KS ini makin peka terhadap permasalahan di lingkungannya dan mampu mengatasi sejak dini.
KS harus banyak berlatih melakukan komunikasi dengan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolahnya. Ada siswa, guru, pegawai sekolah, pengurus yayasan, warga sekitar, RT-RW, Dinas/Kementerian Pendidikan setempat, rekan sesama KS dari sekolah lain, TNI/Polri terdekat, dan banyak lainnya.
Lebih Sering Buka Mata Buka Telinga
KS harus rutin mengasah kemampuan komunikasinya dengan banyak mendengar dan membuka percakapan dengan segenap pemangku kepentingan, lebih khusus murid dan guru, khususnya komunikasi yang bersifat informal dengan para guru atau jajaran di bawahnya.
Sehingga dari situ kendala psikologis bisa terlampaui yang pada giliraannya KS menjadi figur yang solutif untuk berbagi/sharing.
KS bisa mengajak ngobrol secara informal dengan guru secara bergantian. Misalnya, ngobrol d kantin sekolah atau ngopi selepas jam sekolah.
Tentu semua itu dalam koridor etika dan adab. Misalnya jika KS seorang bapak tentu bisa ngopi di dengan Pak guru lain. Tentu berbeda situasi jika jika ingin diskusi dengan Bu Guru.
Lebih bijaksana jika diskusi di ruang KS atau ruang sekolah yang lebih resmi. Bagaimana pun etika antara pria dan wanita sudah diatur dalam agama kita. (Ditulis oleh Oki Aryono, terinspirasi dari pengalaman Dr. Edy Kuntjoro, M.Pd, Sekretaris Guru Mulia Indonesia & Juara I Kepsek Berprestasi Jawa Timur 2011).
Foto: pixabay