Guru Mulia

Ratusan siswa smp tidak bisa membaca

Ratusan Anak SMP Tidak Bisa Membaca, Momen Penting Muhasabah Bangsa

Kurang dari empat bulan menjelang ulang tahun ke-80 tahun Kemerdekaan RI, masyarakat Indonesia disuguhi fakta bahwa di suatu kabupaten terdapat ratusan pelajar SMP tidak bisa membaca atau terkategori tidak lancar membaca, sebagaimana diberitakan situs Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (tayang 17-4-2025).

Dari 34.062 siswa, ada 155 dinyatakan termasuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM). Sementara, sebanyak 208 lainnya termasuk kategori tidak lancar membaca (TLM). Kesimpulannya, ratusan anak SMP tidak bisa membaca atau tidak lancar.

Namun terjadi paradoks, meski tak lancar membaca menulis, diketemukan fakta bahwa para pelajar SMP ini bisa bermain media sosial alias medsos. Tentu ini perlu diteliti lebih jauh tentang bagaimana tingkat literasi pelajar kita.

Apa Saja Faktor Penyebabnya?

Fakta ini dipengaruhi oleh beragam faktor, ada faktor internal dan eksternal. Dari sisi internal, disebabkan karena kurangnya motivasi belajar, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, dan kurangnya dukungan keluarga.

Pada faktor internal ini banyak dipengaruhi oleh lemahnya dukungan keluarga, khususnya peran ibu. Di masa kini banyak ibu berkarir di luar rumah, sehingga tak cukup waktu untuk mendampingi anak belajar.

Hal sebaliknya juga menyebabkan hal yang sama. Banyak ibu di rumah namun lebih banyak memainkan ponsel ketimbang menemani anak belajar di rumah.

Baca juga: Belajar Dari Rwanda, Tak Sampai 15 Tahun Dari Peperangan Jadi Pusat Wisata Dunia

Ibu dan Ayah Di Rumah Punya Andil Penyebabnya

Bisa juga, sang ibu memberikan ponsel lain kepada anaknya dan masing-masing sibuk dengan ponselnya sendiri sampai lupa dengan ketuntasan belajar anak.

Penulis pernah menemukan fakta, bahkan seorang ibu yang notabene seorang psikolog justru malas melatih putranya untuk berbicara dan membaca.

Sang ibu sudah terlanjur lelah akibat bekerja di semua rumah sakit dan tak ada energi lagi untuk mendampingi anaknya sendiri untuk memperkaya literasi sang anak.

Selain itu, kondisi keluarga juga mempengaruhi psikologi belajar anak. Misalnya, cekcok ayah ibu hingga perceraian. Ada juga trauma pada anak dan perundungan, semakin memperparah lemahnya motivasi belajar siswa. Efeknya adalah ratusan anak SMP tidak bisa membaca.

Baca juga: Mengapa Guru Harus Cerdas dan Bermoral? Ini Alasannya

Efek Jangka Panjang Sekolah Online Selama Wabah Covid-19

Sedangkan, sebab dari eksternal bisa disebabkan karena efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 lalu. Bisa juga karena kesenjangan literasi dari jenjang SD.

Di sinilah tantangan bagi guru, Kementerian Pendidikan dasar menengah, juga para orangtua agar lebih perhatian terhadap masalah ini.

Baca juga: Negara Kuat Dimulai Dari Kualitas Guru

Evaluasi Penting Terhadap Performa Guru, Kepsek dan Kementerian

Bagi guru, ini menjadi bahan evaluasi penting. Metode pengajaran para guru perlu dievaluasi secara menyeluruh. Dan yang paling mendasar adalah kompetensi guru harus menjadi perhatian. Mulai dari sejak kuliah keguruan, kurikulum keguruan, metode pengajaran hingga penghargaan atas jasa guru.

Guru adalah motor penggerak kemajuan pendidikan. Seyogyanya guru itu sosok yang sangat professional dan punya kecerdasan tinggi. Oleh karena itu, agar pemuda cerdas berminta menjadi guru, maka gaji dan kesejahteraan guru harus di atas rata-rata.

Jika tidak, maka generasi muda cerdas tak akan berminat menjadi guru. Akibatnya, kaum muda pintar akan lebih memilih menjadi engineer, dokter, programmer, pengacara, atau ekonom ketimbang menjadi guru dan kepala sekolah.

Baca juga: Kecukupan Guru yang Ahli adalah Kebutuhan Pokok Kita Semua

Bagaimana Caranya Agar Kaum Muda Cerdas Berminat Jadi Guru?

Anak-anak muda cerdas yang kemudian digembleng menjadi guru akan terus mengembangkan diri di berbagai kondisi sosial. Guru cerdas akan punya kelincahan dan kreativitas tinggi apapun bentuk kurikulumnya.

Guru yang berkompetensi tinggi akan mampu memanfaatkan teknologi yang sedang massif digunakan masyarakat.

Guru unggul akan melakukan improvisasi dalam mengoptimalkan teknologi terkini dalam mencetak siswa-siswi yang gemar belajar dan mampu berakselerasi dalam berbagai keadaan.

Guru yang berprestasi pada gilirannya nanti akan dinominasikan menjadi kepala sekolah (KS). Karena sekolah yang dipimpin KS yang berjiwa leader akan membawa pengaruh hingga 70 persen terhadap prestasi guru dan siswa.

Oleh Oki Aryono, S.Pd, Jurnalis dan pemerhati masalah sosial

Foto: pixabay

Baca juga: Warna Bangsa = Warga Guru

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *