Surabaya-Gurumulia.org | Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia | Siapa yang tak ingin Indonesia berubah jadi lebih baik? Tingkat korupsi masih tinggi. Indeks persepsi korupsi Indonesia masih rendah. Transparancy International (TI) setiap tahun meluncurkan Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari ratusan negara yang disurvei.
Pada 2023, TI melakukan survei terhadap 180 negara dan salah satu hasilnya skor IPK Indonesia 34, sama seperti 2022 lalu. Peringkatnya melorot dari 110 pada 2022 menjadi 115 di pada 2023, dikutip dari hukumonline.com (dalam Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2023 Stagnan, Peringkatnya Melorot, tayang 30-1-2024).
Indonesia Tidak Baik-baik Saja
Skor pendidikan kita masih ranking 67 dari 81 negara per 2022 lalu. Bagaimana cara menaikkan persaingan di tengah bangsa lain jika jenjang pendidikannya masih terseok-seok?
Belum lagi yang infonya ada 9 juta Gen Z masih menganggur. Negeri yang luas dan kaya alam dan berlimpah sumber daya ini justru kaum mudanya jadi pengangguran.
Jumlah warga miskin masih 25,22 juta orang. Bahkan negeri yang luasnya setara dengan 11 negara eropa daratan (Eropa bagian Barat) dengan kekayaan alam yang berlimpah. Ibarat anak ayam mati di lumbung.
Baca juga: Warga Negara Kelas Dunia
Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia, Padahal Baru Saja Porak Poranda Karena Perang
Apakah mungkin bisa berubah? Jawabannya sangat mungkin. Lalu apakah butuh waktu puluhan tahun? Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu mencontoh satu negara yang mungkin kondisinya lebih parah daripada Indonesia.
Kita mulai dari Rwanda, sebuah negara kecil di Afrika tengah. Luasnya hanya 26.338 km2, bandingkan dengan luas Provinsi Jawa Tengah 32.800 km2. Jumlah penduduk per 2024 berjumlah 13,6 juta jiwa.
Negara ini bangkit dari perang saudara yang paling memilukan pada 1994 lalu. Tiga suku yang mendiami negara ini saling berperang dengan jumlah korban jiwa mencapai 1 juta orang hanya dalam dalam hitungan bulan.
Media internasional menyebut peristiwa ini dengan Genosida Rwanda. Suku Hutu menyerang suku Tutsi dan Twa secara sporadis hanya dalam 100 hari.
Mengerikan, Sampai 800 Ribu Korban Tewas Karena Perang Antarsuku
Menurut Konstitusi Rwanda pascaperang, korban tewas mencapai 1 juta jiwa. Namun, perkiraan ilmiah disebutkan 500.000 hingga 800.000 jiwa dibantai selama genosida.
Tak hanya itu, kekejaman perang saudara itu mengakibatkan 250.000 hingga 500.000 wanita diperkosa selama genosida akibat kebencian antarsuku. Sangat memilukan.
Bahkan, ada susunan ratusan tengkorak manusia di Monumen Nyamata yang mengenang kejamnya peristiwa itu. Sungguh tragedi yang mengerikan.
Setelah perang (1997), pemimpin Rwanda mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dan saling memaafkan. Saatnya membangun Rwanda dari puing-puing kehancuran. Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia.
Baca juga: Apa Rahasia Negara Kuat Ekonominya, Pelajaran Dari Singapura
Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia, Bangkit Begitu Pesat
Paul Kagame, Pemimpin Rwanda mencetuskan Visi 2020 pada 2000. Ingin mewujudkan Rwanda aman dan bersih sehingga layak menjadi tujuan wisata dunia.
Pemerintah Rwanda benar-benar serius ingin menjadikan negaranya sebagai objek wisata dunia. Tentu bukan hal mudah. Karena baru saja negara itu terjadi perang saudara yang mengerikan. Padahal untuk menjadi objek wisata tentu haruslah aman, nyaman, indah dan atraktif.
Keseriusan pemerintah Rwanda terbayarkan. Tak sampai 15 tahun sejak tragedi, sektor pariwisata sudah menunjukkan hasil yang luar biasa.
Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia, Ini Faktanya
Menurut Wikipedia, pariwisata menjadi sektor paling cepat pertumbuhannya dan menjadi penghasil devisa terbesar negara pada 2007. Dan pada 2009, Rwanda terkenal sebagai salah satu negara paling bersih di Afrika.
Pada 2018, Kepala Program Lingkungan PBB, Eric Solheim, mengatakan ibukota Rwanda, Kigali merupakan kota paling bersih di planet ini lantaran sampah nyaris tidak terlihat di jalanan.
Pemerintah menggelar kegiatan: Umuganda. Yaitu kegiatan bersih-bersih tiap sabtu terakhir tiap bulan. Seluruh warga usia 18-65 diwajibkan berpartisipasi dalam proyek perbaikan masyarakat, di antaranya membersihkan jalan, memperbaiki fasilitas umum, dan membangun rumah bagi kaum lansia.
Apa Rahasianya? Berikut Ini Resep Kemajuan Rwanda
Seluruh warga diminta melakukan kegiatan ini mulai pukul 8.00 hingga 11.00. (CNN Indonesia, Rwanda Disebut Negara Terbersih di Dunia, Kenapa? Tayang 9 Juli 2024).
“Kami melakukan Umuganda untuk menyelesaikan masalah-masalah ini tanpa perlu menginvestasikan uang. Kami menggunakan sumber daya dan orang-orang kami,” jelas Richard Kubana, Direktur Jenderal Kementerian Pemerintah Daerah Uganda.
Hebatnya, selain untuk kebersihan, kegiatan Umuganda juga untuk wadah menyelesaikan perselisihan. Maklum, Rwanda punya trauma akibat perang suadara beraroma SARA.
“Kami melakukan Umuganda di tingkat sel dan desa, karena semua orang saling mengenal. Maka sangat mudah untuk mengenali siapa yang tidak hadir,” ungkap Kubana.
Hal senada dituturkan Gartete Ahanedy, Kepala Desa Mudugudu. “Jika ada masalah, kami membahasnya di sini. Maka tidak perlu menulis surat ke pemerintah dan menunggu mereka membantu,” kata Ahanedy seperti dilaporkan CNN Indonesia.
Baca juga: Kecukupan Guru Yang Ahli Adalah Kebutuhan Pokok
Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia. Ini Nilai Pemasukan Negara Pascaperang
Ini butuh komitmen semua pihak, kerjasama antara pemerintah dan masyarakat Rwanda untuk mewujudkan visi negara terbersih di dunia.
Jumlah wisatawan yang berkunjung pada 2013 sebanyak 864.000 orang, dari sebelumnya 504.000 pada 2010. Rwanda, Dari Kehancuran Kini Jadi Objek Wisata Dunia
Pendapatan dari pariwisata mencapai 303 juta dolar AS pada 2014, dibandingkan 62 juta dolar AS pada 2000. Kontribusi terbesar diperoleh dari wisata pegunungan dengan objek utama hutan lindung bagi gorilla gunung. Rwanda termasuk satu dari negara yang dihuni spesies Gorilla Gunung dan aman untuk dikunjungi wisatawan.
Lantas, Bagaimana Indonesia Bisa Meniru Kebangkitan ini?
Tentu saja, sektor pariwisata adalah hasil dari kerja sama seluruh pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, guru dan tokoh masyarakat untuk membangun negerinya jauh melampaui harapan mereka. Semua bersatu padu. Dan Allah memberi jalan bagi mereka yang bersungguh-sungguh.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran. Bahwa butuh kerja keras dan kerja sama untuk membangun negeri merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
YGMI berharap, dari para guru-lah nantinya pembangunan negeri ini bermula. Ini berdasar amanat para pendiri negara: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya.
Jiwa-jiwa anak negeri ini akan dibangun oleh para guru yang amanah dan terampil. Semoga visi mulia ini mendapat dukungan banyak pihak.
Baca juga: Guru Harus Bagus Karena Warna Bangsa = Warna Guru
Foto: pixabay